Meniti Harapan Ekonomi yang Lebih Baik, Pelatihan Tenun RAPP Melawan Kemiskinan

107 views

PEKANBARU- KABAR KOMPAS.ID

Kaki dan tangan Rahmi bergerak selaras pada mesin tenun tradisional di Rumah Tenun Wan Fitri. Sudah sejak 15 Januari kemarin dia dan empat rekannya yang lain mengakrabkan diri dengan mesin tenun dari kayu itu.

Rahmi dan empat rekannya sama-sama bertekad menjadi penenun yang baik. Mereka yang tergabung dalam kelompok Tenun Andalan, jauh-jauh datang dari Kabupaten Pelalawan ke Pekanbaru, tempat Rumah Tenun Wan Fitri berada untuk belajar menjadi penenun demi mengubah roda perekonomian keluarga masing-masing.

Sejak 15 Januari hingga 27 Januari, mereka ‘diboyong’ tim Community Development (CD) PT Riau Andalan Pulp and Paper dari Pelalawan ke Pekanbaru untuk mengikuti pelatihan tenun ini. Di Rumah Tenun Wan Fitri, yang beralamat di Jalan Kayu Manis, mereka diinapkan dan diberi pelatihan menenun hingga bisa memproduksi bahan baju, kain, dan lainnya untuk dipasarkan.

“Saya sudah mengikuti pelatihan tenun sejak 15 Januari lalu. Saya selalu semangat mengikuti semua yang diajarkan instruktur,” ungkap wanita berusia 35 tahun ini.

Nama lengkapnya adalah Rahmi Andestia. Sehari-hari ia biasa berjualan makanan secara kecil-kecilan. Menu yang ia jual seperti lotek dan miso. Kini ia berjuang sendirian menghidupi empat orang buah hatinya sejak ditinggalkan oleh sang suami untuk selama-lamanya.

“Biasanya saya jualan mulai siang hingga malam hari. Suami saya sudah tidak ada. Lima bulan lalu meninggal karena tensi tinggi,” katanya sembari sesekali berusaha menenangkan anak bungsunya yang sengaja ia bawa ke lokasi pelatihan. Si bungsu itu mulai rewel, mungkin ia mulai mengantuk atau bosan karena harus bermain sendirian di saat sang ibu serius menekuni mesin tenunnya.

“Yang bungsu memang saya bawa. Yang sulung sudah kelas 6 SD. Dia dan yang lainnya tidak apa-apa di rumah saja. Ada keluarga yang mau menjaga,” sebutnya sembari memperhatikan motif di kain tenunannya yang masih setengah jadi.

Rahmi menjadi salah satu warga Kecamatan Pangkalan Kerinci yang dinilai layak mengikuti program pelatihan dari RAPP ini. Ia masuk dalam kategori keluarga miskin ekstrem. Pelatihan ini menjadi salah satu pilihan bagi Rahmi untuk keluar dari garis kemiskinan itu.

“Harapan saya dengan ikut pelatihan tenun ini adalah demi kehidupan yang lebih baik. Saya ingin bisa menenun untuk (dipasarkan) ke banyak acara, seperti selamatan,” katanya ketika ditanya mengapa begitu bersemangat mengikuti pelatihan ini jauh-jauh ke Pekanbaru.

Walau katanya, kendala selama mengikuti pelatihan ada, namun ia tak patah arang. “Misalnya, kadang saat serius menenun benangnya malah putus. Tapi saya tetap semangat. Demi anak-anak,” sebutnya polos dan dengan nada datar.

Rahmi juga tak luput mengungkapkan rasa terimakasih kepada RAPP, khususnya tim CD yang telah memfasilitasi untuk mengikuti pelatihan tenun. “Harapan saya ke RAPP agar terus membantu warga seperti saya. Terimakasih banyak kepada RAPP atas dukungannya. Sejauh ini, dengan kondisi ekonomi yang sulit, apalagi setelah kepergian suami, saya bekerja sendiri dan belum mendapat bantuan terkait perekonomian dari pemerintah. Dengan pelatihan ini, saya berharap bisa lebih mandiri,” sebutnya lagi.

Selain Rahmi, di kelompok Tenun Andalan ada juga Yulhendra, yang menjadi ketua kelompok. Tuntas mengikuti pelatihan ini, rumah Ira, sapaan akrabnya, akan menjadi workshop tenun di Pangkalan Kerinci. Di workshop ini, para peserta kelompok akan terus menenun menggunakan alat yang disediakan RAPP dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pelalawan.

Selain Ira dan Rahmi anggota lainnya di kelompok ini adalah Umi Kalsum, Ulandari, dan Selviana Hanum Sari. Secara bersama-sama, anggota Kelompok Tenun Andalan akan memproduksi kain tenun untuk dipasarkan sembari terus berlatih agar lebih mahir lagi.

Bagi Ira, pelatihan ini membawa arti besar di lingkungannya. Dia berharap RAPP bisa terus menjadi penggerak agar para ibu-ibu yang tidak bekerja atau anak-anak muda putus sekolah mendapatkan keterampilan untuk membuka lapangan kerja baru.

“Saya terus berharap agar RAPPke depannya bisa memfasilitasi kawan-kawan lain, terutama yang putus sekolah agar memiliki peluang kerja. Menambah penghasilan warga lainnya,” sebut wanita berwajah senyum ini.

Ira juga mengakui, dukungan dari suaminya sangat berperan besar hingga terbentuklah Kelompok Tenun Andalan. Selain itu, dukungan dari pihak kelurahan juga tak kalah pentingnya dalam upaya mengentaskan kemiskinan di sekitar tempat tinggalnya.

“Semoga kami satu kelompok ini bisa sukses di Pangkalan Kerinci, bisa memasarkan tenun buatan kami di daerah sendiri, bahkan hingga keluar kota nantinya. Semoga bisa mengajak ibu-ibu atau warga lainnya untuk ikut juga belajar menenun,” harapnya dengan serius.

Sementara itu, Wan Mirdayati, pengelola Rumah Tenun Fitri, mengutarakan bahwa ia ingin para peserta benar-benar menjiwai tenun, tekun, serius, dan fokus. Agar nantinya bisa membuka lapangan kerja. Bisa mengembangkan tenun di Pelalawan untuk dipasarkan di sana. Bahkan tak menutup kemungkinan bisa dipasarkan hingga ke Jakarta atau daerah lainnya. “Kunci agar peserta pelatihan cepat paham terkait tenun adalah di mindset. Jadikan hobby, dijiwai, disenangi. Jangan cepat putus asa,” pesannya untuk para peserta pelatihan.

Kata Mirda, proses pembuatan kain tenun memang memakan waktu empat hingga tujuh hari karena terbilang cukup sulit. Tak heran, di Rumah Tenun Wan Fitri, harga yang dibanderol untuk sehelai kain bisa mencapai Rp 450 ribu hingga Rp2,5 juta. Dalam waktu sebulan, rumah tenun yang kini ia kelola bisa menghasilkan 150 hingga 200 helai tenun yang siap untuk dipasarkan. Ada yang merupakan karya para karyawan di Rumah Tenun Wan Fitri, ada juga karya dari para mitra.

“Karyawan kita 10 orang dan mitra mencapai 50 orang. Ada yang di Bengkalis, Dumai, Kuansing, bahkan ada yang berdomisili di Sumatera Barat. Mereka dahulu adalah binaan atau karyawan kita, setelah mahir mereka buka usaha tenun sendiri, tapi pemasarannya tetap kita bantu,” jelas Mirda yang sudah menenun sejak 1985.

Menurut wanita 49 tahun ini, kain tenun bisa digambarkan sebagai cerminan orang Melayu. Ciri khas Orang Melayu yang menjadi kebanggaan daerah. Motif khas Melayu yang diproduksi di rumah tenun ini seperti pucuk rebung, tampuk manggis, siku keluang, siku awan, lebah bergayut, wajik bintang dan lain-lain.

Masing-masing motif memiliki filosofi sendiri. Misalnya motif pucuk rebung, bermakna kesuburan, kemakmuran dan keteguhan. Tampuk manggis, bermakna kasih sayang, Siku awan bermakna kelembutan, setia kawan dan persatuan. Motif lebah bergayut bermakna kekompakan dan kerja sama.

Tenun produksi Rumah Tenun Wan Fitri telah banyak dikenakan para petinggi negeri, seperti Presiden Joko Widodo, Presiden BJ Habibie, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Almarhumah Ibu Ani. Rumah Tenun Wan Fitri ini juga telah mendapat banyak penghargaan dan mengikuti beberapa pameran hingga sampai ke Belanda. ***